Selasa, 05 Mei 2009

Tangan tak Terlihat” nya Adam Smith



Setelah runtuhnya ideologi komunis, kekuatan pasar jadi satu-satunya kekuatan yang paling istiqomah dipertahankan mati-matian oleh para ekonom modern saat ini. Prinsip kepuasan individu pun dibela bukan cuma dari Sabang sampai Merauke saja, tapi dari kutub utara sampai kutub selatan. Instrumen-instrumen yang dibuat untuk menunjang pembangunan ekonomi akhirnya inkonsisten dengan prinsip umum tersebut. Mau tidak mau parameter kemegahan dan keberhasilan pembangunan ekonomi direfleksikan oleh variabel-variabel jumlah materi yang sudah dihasilkan oleh pelaku-pelaku ekonomi. tidak heran kalau kemudian prilaku ekonomi dari individu-individuny a sangat tergantung dengan paradigma kekuatan pasar (kapitalisme) , kepuasan individual (individualisme) dan materialistic (materialisme) .

Di sini permasalahannya bisa kitallihat. Dalam aplikasinya, tujuan dan praktek ekonomi modern tidak berjalan seiringan. Keduanya tidak pernah bisa bertemu pada puncak pencapaian ekonomi. Malah yang terjadi adalah kontradiksi dan paradoks antara praktek dan tujuan, kerja dan harapan serta prilaku dan cita-cita. Kekacauan ekonomi kerap dan selalu terjadi, baik berupa krisis ekonomi maupun berbentuk kekacauan sosial. Pembangunan tidak memberikan kemakmuran yang merata namun semakin menunjukkan jurang ketimpangan yang semakin dalam. Kemegahan ekonomi yang sudah kita alami tidak semakin membuat kita bersifat sosial yang mengedepankan nilai persaudaraan dan kekeluargaan tetapi malah membentuk dan menciptakan manusia-manusia yang rakus. Kue pembangunan makin lama makin menggunung disisi pemilik-pemilik sumber daya, sementara individu-individu yang tak berpunya semakin banyak jumlahnya, yang kaya semakin kaya sedangkan yang miskin makin sengsara. Bahkan angka kematian akibat kemiskinan jauh lebih besar jumlahnya daripada jumlah kematian akibat peperangan, pengangguran pun meningkat, inflasi yang merongrong daya beli semakin melangit, kriminalitas dan konflik-konflik sosial menjadi peristiwa keseharian yang menunjukan ketimpangan ekonomi.

Muhammad saw dan Adam Smith

Bukankah orang-orang pernah berkata kepada Rasulullah SAW: ”Ya Rasulullah, harga-harga telah melonjak tinggi, maka tentukanlah harga bagi kami”. Rasulullah SAW menjawab,”Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga dan menahan rizki kepada siapa yang dikehendaki- Nya, dan memberikan rizki kepada yang dikehendaki- Nya. Adapun aku, hanya mengharap semoga ketika aku bertemu dengan Allah, tidak ada seorangpun dari kalian yang meminta tanggung-jawabku atas kezaliman dalam masalah harta dan darah akibat perbuatan di dunia, seperti menetapkan harga ini”. (Al hadits).

Bukankah itu yang dimaksud dengan ’Invisible hand’ oleh Adam Smith dalam model pasar persaingan sempurnanya? Konsep invisible hand menyatakan bahwa “tindakan seorang individu yang didorong oleh kepentingan dirinya sendiri pada akhirnya akan menghasilkan solusi yang paling optimum untuk kepentingan bersama. Seakan-akan mereka dituntun oleh ”tangan tak terlihat”’ untuk mencapai efisiensi, suatu kondisi yang menjamin kesejahteraan masyarakat secara umum tercapai maksimal”. Konsep ini menjadi fondasi yang membangun sistem ekonomi pasar yang menjadi landasan ekonomi di hampir semua negara termasuk Indonesia . Jargon terpenting ekonomi pasar yaitu efisiensi misalnya, bahkan sudah tertera eksplisit dalam konstitusi kita (UUD ‘45, Amendemen ke-4, ayat 4).

Jika dia jujur, sesungguhnya Allah-lah tangan yang tidak terlihat itu. Bahkan jauh sebelum Adam Smith, Ibnu Taimiyah dalam karyanya Al Hisbah fi al-Islam telah menyatakan bahwa besar kecilnya kenaikan harga bergantung kepada besarnya perubahan penawaran dan permintaan. Bila seluruh transaksi telah sesuai aturan, maka harga yang berlaku merupakan kehendak Allah SWT. Kemudian Ibnu taimiyah menambahkan bahwa harga yang terbentuk pada pasar persaingan sempurna adalah harga yang adil dan efisien. Karena itu, jika terjadi kolusi antara penjual dan pembeli atau orang yang berpura-pura sebagai pembeli seperti yang banyak terjadi oleh kelompok pedagang tertentu untuk mengelabui calon pembeli yang lain, dan penimbunan barang dengan maksud menaikkan harga barang tersebut, ataupun bentuk-bentuk kezaliman dan penipuan yang lain (tadlis) yang bertujuan menganggu mekanisme pembentukan harga, maka pemerintah berhak menegakkan keadilan untuk masyarakatnya.

Setelah memperhatikan contoh kecil ini, adakah kita masih mengatakan bahwa ekonomi Islam adalah fotokopi dari ekonomi kapitalis yang sedang naik daun saat ini? Bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi kapitalis yang diberikan sentuhan-sentuhan Islam? Ataukah ekonomi kapitalis sesungguhnya adalah ekonomi Islam yang dihilangkan norma-norma ketuhanan dan kemanusiaannya? (dari berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar

Tulis komentar anda di sini

Template by:
Free Blog Templates