Selasa, 23 Juni 2009

RIBA


Riba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan riba. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.

Riba dalam Islam

Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 : ...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.... Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba. bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti. berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya. dampaknya akan sangat panjang pada transaksi selanjutnya. yaitu bila akad ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, maka yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha yang meminjam modal dan apapun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam. berbeda dengan bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya. maka yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. contoh nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang didapat oleh pihak bank.

Riba dalam agama Yahudi

Agama Yahudi melarang praktek pengambilan bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci agama Yahudi, baik dalam Perjanjian Lama maupun undang-undang Talmud.

Kitab Keluaran 22:25 menyatakan:

Jika engkau meminjamkan uang kapada salah seorang ummatku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.

Kitab Ulangan 23:19 menyatakan:

Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan.

Kitab Imamat 35:7 menyatakan:

Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudara-mu bisa hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uang-mu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.

Konsep Bunga di Kalangan Kristen

Kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6:34-5 sebagai ayat yang mengecam praktek pengambilan bunga.

Ayat Lukas 6:34-5 menyatakan :

Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat.

Larangan Riba intinya adalah agar kita tidak berlaku dzolim, larangan riba intinya adalah agar menciptakan cita rasa kasih dan sayang sesama Mahluk Tuhan, sehingga tatanan kehidupanpun menjadi lebih damai dan tentram, saling menghargai dan memperkuat kebermanfaatan antar sesema. Dan kalau kita jujur dengan hati nurani kita, yang paling di butuhkan untuk menghadirkan kebahagiaan bagi hidup kita adalah jikalau kita mampu bermanfaat dan berguna bagi orang lain, dengan mengihindari riba berarti sama halnya menopang hidup kita untuk lebih dominan bermanfaat bagi orang lain, kenapa? karena secara tidak langsung kita berperan untuk tidak melakukan penindasan kepada orang yang di kenakan beban bunga yang sedang dalam posisinya berutang pada kita, yang walaupun secara substansial uang yang kita titipkan kepada bank dalam bentuk deposito, tabungan atau apapun bentuknya, dikelola oleh bank untuk membiyai berbagaimacam transaksi bisnis nasabah peminjamnya, dengan tidak adanya unsur penekanan dan pembebanan yang menyulitkan mereka, diharapkan mereka dapat menngelola bisnisnya dengan hati yang lapang, dan secara psikologi etika berbisnis kalau hadir nuansa ketenangan dan ketentraman dalam iklim bekerja, dapat dipastikan seseorang itu atau perusahaan itu kinerjanya meningkat, keuntungannyapun diharapkan dapat meningkat pula. Dan jelas bagi hasil yang diperolehpun akan besar dan meningkat. secara logikanya begitu.

Lalu kaitannya dengan ebi apa...?

Udang-udang jumbo yang menjadi santapan lezat di restoran-restoran seafood seekornya saja sudah membuat kita kenyang, nasi sepiring bisa ludes. Bandingkan dengan sesendok ebi, berapa ekor udang yang ada di wadah mungil lengkungan sendok itu? 10, bahkan 20 ekor dapat dipastikan jumlahnya sekitar itu. Adakah korelasinya dengan iB (Islamic Banking)?, sangat erat sekali.

Filosofinya begini..

Seekor udang Jumbo ibarat seorang konglomerat yang menaruh uangnya di bank konfensional, kemudian uangnya itu berbunga, berbunga dan berbunga...perputar an uang itu hanya dia sendiri yang merasakannya, jerih payah keuntungan yang dihasilkan oleh peminjam dananya hanya sebatas untuk membayar bunga yang dibebankan kepadanya, dan kantong-kantong uang itu berputar hanya kepada dia sendiri.

Peminjam dana itu ibaratnya udang-udang kecil itu. Mereka tidak memiliki keleluasaan untuk berkembang, mereka menjadi kerdil dan bahkan mati sebelum ia menuntaskan masa-masa pertumbuhannya, mati terperangkat dalam jaring-jaring utang dan beban bunga yang mencekek mereka. Dan terkapar kering dibawah panasnya persaingan bisnis yang mencekam.

Nah...hadirnya iB-ei-bi- (islamic Banking), diharapkan menjadi wadah bagi pertumbuhan udang-udang kecil itu agar ia menjadi udang Jumbo . hingga dia mampu bertahan menghadapi krisis demi krisis yang melanda selama ini. Kebayang gak sih...kalau udang-udang yang nasibnya menjadi ebi itu dapat tumbuh dengan subur dan leluasa laksana udang jumbo pasti banyak yang akan menikmati dan menyantapnya dan rasanya pasti lebih lezat dan segar ketimbang makan hasil olahan ebi nya.... , dan udang jumbo nya udang jumbo super, karena akan menghindari anda dari unsur racun yang menyebabkan anda alergi, karena terbebas dari racun unsur haram dari transaksi ribawi.

Makanya sering-sering sebut iB (ei-bi) biar ingat akan nasib ebi-ebi itu, cepat-cepat beralih ke iB (islamic Banking) biar tumbuh rasa kemanusiaannya dan tumbuh rasa kasih dan sayangnya antar sesama, juga bisa menikmati kelezatan udang jumbo, super, karena akan menghindari anda dari unsur racun yang menyebabkan anda alergi, karena terbebas dari racun unsur haram dari transaksi ribawi.



Template by:
Free Blog Templates